“Komitmen terhadap keselamatan bagi perempuan dan anak tertuang dalam program prioritas Pemerintah Indonesia Tahun 2020-2024, yaitu pentingnya peningkatan kualitas anak, perempuan, dan pemuda. Ada dua indikator yang menjadi ukuran capaian dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yaitu prevalensi kekerasan terhadap perempuan setahun terakhir dan prevalensi anak yang pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, untuk melihat capaian dari program pemerintah, maka diperlukan indikator yang dapat menggambarkan progress peningkatan kualitas anak, perempuan, dan pemuda,” jelas Margo.
Margo menjelaskan, SPHPN Tahun 2021 dilaksanakan di 33 provinsi dan tersebar pada 160 kabupaten/kota dengan jumlah sampel sebanyak 12.800 rumah tangga. Lebih lanjut, ia mengatakan, instrumen dan pengumpulan data SPHPN Tahun 2021 mengadopsi kuesioner World Health Organization (WHO) ‘Women’s health and life experiences’ yang dilakukan oleh petugas wawancara berjenis kelamin perempuan secara privat, mengingat banyaknya pertanyaan yang bersifat sensitif.
Secara lebih terperinci, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Ratna Susianawati mengatakan, pada 2021, Kemen PPPA menambahkan indikator Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dan Female Genital Mutilation/Cutting (FGM/C) yang disesuaikan dengan dinamika dan kebutuhan di level internasional.
“Survei ini menjadi komitmen dari bagian upaya kita semua untuk bersama-sama melakukan satu bentuk dukungan atas pelaksanaan pemenuhan Sustainable Development Goals secara spesifik pencapaian tujuan kelima, yaitu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,” ajak Ratna.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih lanjut Ratna menuturkan, kekerasan fisik dan/atau seksual cenderung lebih banyak dialami oleh perempuan yang tinggal di daerah perkotaan, yaitu 27,8 persen dibandingkan dengan perempuan yang tinggal di daerah perdesaan, yaitu 23,9 persen. Namun demikian, angka ini mengalami penurunan dari tahun 2016, yaitu 36,3 persen di perkotaan dan 29,8 di perdesaan. Selain itu, prevalensi kekerasan fisik dan/atau seksual lebih banyak dialami oleh perempuan dengan pendidikan SMA ke atas dan juga perempuan yang bekerja.
Pada 2021, terjadi penurunan kekerasan seksual, emosional, ekonomi, dan pembatasan aktivitas yang dilakukan oleh pasangan terhadap perempuan berusia 15-64 tahun. Akan tetapi, angka kekerasan fisik oleh pasangan berada pada angka 2 persen, angka ini meningkat dari data SPHPN Tahun 2016, yaitu 1,8 persen.
“Tuntutan ketersediaan data, khususnya data kekerasan menjadi sangat penting karena ini merupakan satu-satunya sumber data terkait pravelensi kekerasan terhadap perempuan,” tutup Ratna.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Tim |
Editor | : Michael |
Sumber | : Kemen PPPA |
Halaman : 1 2