Jakarta, – Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang tengah dibahas menimbulkan kekhawatiran terhadap potensi pelemahan institusi Polri, khususnya dalam kewenangan penyelidikan dan penyidikan.
Salah satu poin krusial dalam RUU ini adalah penguatan konsep dominus litis, yang memberikan kewenangan lebih besar kepada Kejaksaan dalam menentukan kelanjutan suatu perkara pidana.
Kewenangan absolut yang diberikan kepada jaksa dalam menentukan apakah sebuah kasus dilanjutkan atau dihentikan dapat membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal ini berisiko menghambat proses penegakan hukum yang adil dan profesional, serta membatasi peran Polri dalam menangani tindak pidana secara independen.
Arip Muztabasani, Presidium Nasional BEM PTNU, menyatakan bahwa penguatan dominus litis dalam RUU KUHAP tidak hanya melemahkan Polri tetapi juga berpotensi merusak prinsip keadilan hukum di Indonesia. “Kami menolak segala bentuk pelemahan institusi penegak hukum yang dapat membuka celah bagi kepentingan politik dan penyalahgunaan wewenang.
Jika RUU KUHAP tetap dipaksakan dengan model seperti ini, maka independensi penegakan hukum akan semakin terancam,” tegas Arip.
Beberapa implikasi dari penguatan dominus litis dalam RUU KUHAP yang berpotensi melemahkan institusi Polri antara lain:
Intervensi dalam Proses Penyidikan dengan kewenangan dominan jaksa, penyidik Polri dapat kehilangan otonomi dalam menentukan arah penyidikan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : |
Editor | : |
Sumber | : |
Halaman : 1 2 Selanjutnya