Saatnya MA menjadi Sang Adil (Dharmayukti), Meluruskan Kasus Timah Rp 300 Triliun: Antara Framing dan Keadilan?

Selasa, 18 Maret 2025 - 13:23 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dari hasil pembedahan dan jika ditelaah lebih lanjut, kesimpulannya penetapan angka Rp 300 triliun sebagai kerugian negara lebih banyak bersandar pada asumsi daripada fakta konkret yang dapat dibuktikan di persidangan.

Kejaksaan Agung dan Pola Case Building

Dalam beberapa tahun terakhir, Kejaksaan Agung memiliki kewenangan yang semakin besar dalam penanganan kasus korupsi, mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan. Sayangnya, dalam praktiknya, pola case building lebih dominan daripada fact finding.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sampai-sampai mengalahkan kinerja Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga khusus yang dibangun dalam penanganan kasus korupsi. Kenapa ya? Apa mungkin karena KPK lebih mengandalkan pendekatan “fact finding” dan “operasi tangkap tangan”.

Jadi perhitungan kerugian negara dalam kasus yang ditangani KPK jarang yang besar hanya “miliaran” hampir tidak ada yang “triliunan”. Apa karena KPK lebih fokus pada penangan korupsi yang kerugian negaranya nyata dan pasti bukan potensi?

Semakin besar angka yang diklaim sebagai kerugian negara, semakin kuat efek kejutnya di publik. Semakin tinggi nilai kerugian, semakin mudah membangun narasi “mega korupsi”. Namun jangan sampai, ketika angka ini harus dibuktikan di persidangan, justru penyidik yang kebingungan membuktikan dan mencari dasar hukumnya.

Secara pengamatan dengan hadir dipersidangan kasus timah yang terbuka untuk umum, kecenderungan ini semakin terlihat dalam proses peradilan kasus PT Timah di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat:

1. Karena besar, kompleks dan masih lemahnya alat bukti dalam perkara yang dikonstruksikan, dibuat dakwaan sama antara satu terdakwa dengan terdakwa lainnya tetapi persidangan menggunakan pendekatam splitsing.
2. Untuk pembenaran pembangunan kasus, maka dalam tahap penuntutan banyak Jaksa Penyidik yang dialih-tugaskan jadi Penuntut Umum.
3. Jumlah penuntut umum yang dihadirkan lebih banyak dari jumlah Majelis Hakim yang hadir (3 – 5 orang) bahkan dari jumlah Penasihat Hukum terdakwa, yang setiap terdakwa didampingi 2 – 3 Orang.
4. Dari waktu yang ada. 70 persen waktu persidangan dipakai oleh Penuntut Umum dan sisanya 30 persen waktu untuk Majelis Hakim, Penasihat Hukum dan Terdakwa.
5. Karena kurangnya pengetahuan dan kompetensi dibidang Manajemen Pertambangan Timah, maka Penuntut Umum menggunakan metode “Poco-Poco” dengan menari “senggol kiri dan senggol kanan”, “putar kekiri dan putar kekanan” menyesuaikan dakwaan sesuai kebutuhan.
● Jika jawaban saksi fakta di persidangan tidak sesuai yang diinginkan atau berbeda dengan BAP segera diganti dengan pertanyaan statement: “Jadi jawabannya sudah benar dan dituangkan semuanua dalam BAP anda yang !?”. Atau terlihat marah dan mengancam seolah-olah saksi fakta memberikan kesaksian palsu dalam BAP nya karena merubah kesaksian di persidangan.
● Jika unsur melawan hukum sulit dibuktikan, maka delik disesuaikan agar tetap bisa menjerat terdakwa.
● Jika perhitungan kerugian negara terlalu lemah, angka diubah atau dimodifikasi agar tetap terlihat besar. Dan atau tidak dibahas mendalam, b dianggap benar dan terbukti.

Baca Juga :  TAAT : TUNDUK ATURAN AMAN TENTRAM

Majelis hakim pun akhirnya ikut bingung serta ter-framing dengan opini politik dan opini publik yang dibangun. Putusan pidana utama dijatuhkan secara klastering. Untuk kasus timah, ada 5 klaster, yaitu klaster pejabat pemerintah, klaster pejabat BUMN, klaster pemilik smelter swasta dan klaster pejabat smelter swasta.

Sedangkan metode untuk pidana tambahan uang pengganti digunakan “besar uang pengganti sebesar omzet”. Pendekatan ini, menetapkan nilai kerugian keuangan negara berdasarkan total transaksi, bukan berdasarkan uang yang benar-benar merugikan negara dan atau diterima oleh masing-masing terdakwa dari hasil korupsi. Bahkan ada penetapan uang pengganti seolah olah terdakwa mengalihkan harta hasil korupsi ke orang lain yang tidak dituntut sesuai pasal 5 Perma No. 5 tahun 2014 tanpa didukung pembuktian.

Baca Juga :  Publik Kecewa Berat Ketika Prabowo Dicapreskan Kembali

Dampak terhadap Dunia Usaha dan Kepastian Hukum

Dalam kasus ini, pada kenyataannya bijih timah dan atau logam telah diserahkan dan diterima oleh PT Timah TBK. Kemudian telah dijual, dan menghasilkan pendapatan ekspor bagi PT Timah. Pemerintah juga menerima PNBP dan pajak dari transaksi tersebut. Jika demikian, di mana kerugian negara yang sesungguhnya? Siapa yang memakan uangnya?

Para pihak dan atau aparat penegak hukum haruslah bijaksana. Kasus ini bukan hanya berdampak negatif pada PT Timah Tbk dan para terdakwa, tetapi juga menjadi preseden buruk bagi kepastian hukum di Indonesia.

● Jika framing lebih kuat daripada fakta, maka siapa pun bisa dikriminalisasi.
● Jika perhitungan kerugian negara tidak transparan, dunia usaha tidak akan merasa aman dalam berinvestasi.
● Jika angka kerugian negara bisa ditentukan sesuka hati, maka tidak ada kepastian bagi pelaku bisnis dalam menjalankan usaha yang sah.

Mahkamah Agung Harus Berani Meluruskan (Dharmayukti)

Kasus ini menjadi ujian besar bagi Mahkamah Agung. Jika framing angka kerugian Rp 300 triliun dibiarkan kontroversi tanpa meluruskan dengan pembuktian yang transparan dan objektif. Maka ini akan menjadi preseden yang berbahaya. Ini menjadi PR besar untuk para Hakim Agung di Mahkamah Agung karena Majelis Hakim Tingkat Banding di Pengadilan Tinggi Jakarta menggunakan pendekatan ultra petita, dengan pertimbangan populis meng-entertain tekanan politik dan opini publik.

Entah “Bola yang diumpan” atau sebenarnya “Monyet yang lempar” ke atas oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta ke Mahkamah Agung.

Program reformasi hukum era Presiden Prabowo, masyarakat cendikiawan pendukung keadilan, bahkan para terdakwa beserta istri, anak-anaknya berharap dan menanti keadilan terang benderang dan ditegakkan.

● Apakah Mahkamah Agung akan membiarkan angka bombastis ini menjadi kebenaran yang dipaksakan?

Baca Juga :  Selamatkan Budaya Papua

● Ataukah Mahkamah Agung akan berdiri di atas prinsip keadilan dan memastikan bahwa hukum ditegakkan berdasarkan bukti, bukan sekadar asumsi dan tekanan publik?

Sekali lagi, sebagai penutup penulis ungkapkan sebagai pengamat dan praktisi hukum mewakili harapan murni mewakili seluruh rakyat Indonesia pada umumnya dan terdakwa dan keluarganya pada khususnya, para Hakim Agung di Mahkamah Agung Republik Indonesia menjadi “SANG PENGADIL DHARMAYUKTI”. Akhir kata, dibulan ramadhan yang penuh berkah ini ijinkan saya mengutip sedikit dari nasihat islami berikut:

“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Ma’idah: 8)

“Wahai para hakim, janganlah kalian memutuskan perkara karena tekanan manusia, sebab sesungguhnya Allah lebih berhak untuk kalian takuti.” (HR. Baihaqi No. 20214)

Melihat rata-rata sangat tingginya putusan banding yang diambil oleh Pengadilan Tinggi untuk para terdakwa kasus timah, saya mengira dan yakin, mereka pasti akan melakukan upaya hukum kasasi untuk memohon keadilan. Semoga ALLAH SWT, memberikan keyakinan dan kekuatan hati kepada Para Hakim Agung untuk memberikan putusan dalam proses kasasi para terdakwa kasus timah yang memenuhi asas proposional dan berkeadilan.

Sejarah penegakkan hukum di Indonesia kedepan mencatat dan menuntut keberanian dan tekad Mahkamah Agung untuk membebaskan diri dari “jebakan tekanan politik dan tekanan publik”. Putusan para Majelis Hakim Agung di Mahkamah Agung yang bijak penuh kebenaran, kejujuran dan keadilan (Dharmayukti) dalam meluruskan dan menegakkan kasus ini sangat diharapkan.

Kepastian hukum dan keadilan akan tertegakkan menunjang pembangunan nasional melalui pembangunan keyakinan berinvestasi dalam membangun usaha dan bisnis di Indonesia, baik oleh para pejabat negara, pimpinan BUMN, para investor swasta domestik maupun investor asing. (red)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Jidin Siagian S.H.,M.H
Editor : BIM
Sumber :

Berita Terkait

Tetep Autentik di Tiap Langkah
Pandangan Praktisi Hukum Iswan Samma, S.H.: Dewan Pers Independen Harus Hentikan Manuver Monopoli Dewan Pers Melalui Judicial Review
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni Lambat Menyelesaikan Permohonan Penggunaan Kawasan Hutan Bidang Pertambangan  
Irvansyah, Erwin Aldedharma, Agus Hariadi Kandidat Kuat KSAL
Akankah Koperasi Desa Bentukan Prabowo Harus Melumpuhkan Warung Madura? 
Puasa dan Kepemimpinan: Amanah yang Harus Dijalankan dengan Adil
Bagaimana Merampok Danantara
TAAT : TUNDUK ATURAN AMAN TENTRAM

Berita Terkait

Selasa, 18 Maret 2025 - 15:33 WIB

Sidak ASN, Bupati Spei Bidana Tekankan Disiplin dan Komitmen Kerja

Sabtu, 15 Maret 2025 - 10:50 WIB

Pengusaha Muda Papua Bersiap! Muscab HIPMI Papua Selatan Digelar

Jumat, 14 Maret 2025 - 16:25 WIB

Bupati FX Mote Ingatkan ASN Waropen soal Disiplin, Dedikasi, dan Transparansi

Rabu, 12 Maret 2025 - 14:22 WIB

Pemuda Baptis Membudayakan Membaca Buku

Rabu, 12 Maret 2025 - 13:06 WIB

Bupati Pegubin Spei Yan Bidana Dorong RPJMD 2025-2030, Fokus pada Tiga Sektor Utama

Selasa, 11 Maret 2025 - 12:24 WIB

Aksi Protes LMA di Wamena: Seleksi DPRP Papua Pegunungan Tidak Transparan

Kamis, 6 Maret 2025 - 16:32 WIB

Bupati Pegunungan Bintang Spei Bidana Tegaskan Tindak Tegas ASN yang Tidak Disiplin dan Sering Absen

Selasa, 4 Maret 2025 - 14:52 WIB

Wagub Papua Selatan Paskalis Imadawa: Pilkada Usai, Saatnya Bersatu Bangun Daerah

Berita Terbaru