Namun, setelah proyek tersebut berakhir, kegiatan komunitas mulai melemah akibat minimnya dukungan operasional dan kurangnya kesadaran warga terhadap pentingnya pengelolaan sampah.
Saat ini, warga diwajibkan membayar iuran sukarela sekitar Rp10.000 hingga Rp20.000 untuk biaya pembuangan sampah.
Namun, dana yang terkumpul masih jauh dari cukup. Biaya angkut sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) di Kota Sorong mencapai Rp300.000 sekali jalan, sehingga pengelolaan sampah menjadi tidak optimal.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tidak semua warga mau membayar iuran, sehingga dana yang ada tidak cukup untuk operasional angkutan sampah,” ujar seorang relawan komunitas Doom Bersih.
Masyarakat berharap pemerintah segera menangani masalah ini dengan langkah konkret.
“Kami butuh kepastian, bukan hanya janji. Sampah semakin banyak, baunya menyengat, dan ini bisa berdampak buruk pada kesehatan kami,” keluh Fatmah, seorang ibu rumah tangga di Pulau Doom.
Pemerintah Distrik Sorong Kepulauan pun berjanji akan segera berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup setelah pemerintahan Kota Sorong definitif terbentuk.
“Begitu perangkat daerah (PD) lingkungan hidup dilantik, kami akan segera mendorong solusi konkret, termasuk penerapan Perda Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pajak dan Retribusi Sampah,” tegas Asmuruf.
Warga Pulau Doom kini hanya bisa berharap agar janji tersebut segera terealisasi, sebelum permasalahan sampah semakin memburuk dan berdampak pada kesehatan serta lingkungan sekitar. (tribunsorong.com/angela cindy)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Penulis | : TIM |
Editor | : BIM |
Sumber | : TRIBUN SORONG |
Halaman : 1 2