Sedikit Tentang Budaya Lapago Lembah Baliem Jayawijaya Papua

Minggu, 9 Oktober 2022 - 16:16 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Lalu bagaimana dengan anak-anak Papua lainnya? Kita masih punya penulis berpotensi intelektual bagus dan masih muda dari Muyu, misalnya Nace Natalia dan lain-lain. Dari Ayamaru sering kedengaran nama Arkalius Baho, (komandan Front PEPERA). Kaum intelektual muda dari Muyu banyak tidak disebut disini. Tapi guna menjawab pertanyaan diatas, penyebutan kaum muda progressif intelektual Papua diakhiri disini. Jadi selain disebut diatas anak-anak Papua belum ada yang berani mencoba menulis. Padahal menulis sudah seharusnya di coba sejak dini
mahasiswa.

Untuk kedepan daerah-daerah lain yang tidak tersebut diatas harus berani mencoba menulis, misalnya anak-anak Suku Dani Lembah Balim, yang miskin kader intelektual progressif pasca Nico Lokobal, Agus Alue ALue dan Tadius Mulac. Anak-anak muda (mahasiswa) Wamena tidak nampak progresifitas intelektualnya, padahal jumlah mahasiswa mereka yang terbanyak, tersebar dari Uncen, Unipa Manukwari, Menado, Surabaya, Jogja sampai Jakarta. Suku Dani Lembah Balim termasuk paling miskin kader intelektual bebas di bandingkan dengan saudara-saudara mereka sesama anak-anak koteka dari Moni, Ekari, Mee, Ayamaru
dan Muyu.

Dengan demikian diharapkan wacana intelektual yang dominan dapat menemukan format idealisme perjuangan Papua menjadi satu persepsi guna menghindari ketidak-akuran idealisme sebagai penyebab utama kelemahan utama trategi perjuangan Papua Merdeka hari ini. Hal ini kedepan dapat berdampak pada penyiapan sosok kepemimpinan Papua yang kuat, baik secara intelektual maupun secara mentalitas, yang dirasakan krisis. Sehingga dapat menyiapkan PemimpinBKuat Papua yang dirasakan krisis dapat tertanggulanggi nantinya. Proses pencerahan sangat berpengaruh pada idealisme pembebasan, bukan saja secara fisikal tetapi pemikiran secara metafisikal. Sebab persepsi lebih dipengaruhi oleh konsepsi. Jika secara konsepsional memadai maka persepsional mempengaruhi dan itu turut mempercepat pembebasan Papua sesungguhnya, kalau kita menyadarinya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

C. NIHILISME DAN AGAMA

Banyak saksi dan para ahli ilmu psikologi sosial mengakui bahwa manusia sesungguhnya tidak “betah”, hidup lama-lama didunia ini, jika manusia tanpa mempunyai harapan atau tujuan hidup yang dilandasi oleh suatu sistem kepercayaan yang disebut mitologi atau agama. Tujuan itu sendiri tidak melekat pada benda tapi pada keyakinan, apapun keyakinan itu. Manusia tidak akan pernah bisa bahagia, kalau hidup tanpa ada pegangan dan landasan, mitologi, betapapun palsunya mitos itu, ia memberi makna hidup bagi yang mempercayainya. Manusia
untuk itu butuh simbol, alamat, tanda, signal, untuk menghayati makna terdalam dari arti hidupnya untuk mengarahkan semua pengabdian hidup eternal (dunia).

Kebalikan dari tidak percaya adalah nihilisme, suatu kepercayaan juga, tapiBpercaya pada ketiadapercayaan. Nihilisme sesungguhnya oleh akibat pencerahan dan kepercayaan rasionalisme yang berlebih. Setiap yang tidak dilihat-buktikan bagi para rasionalis secular adalah mitos. Tokoh Nihilisme misalnya Albert Camus, atau Friedrich Nietzsche, tidak percaya Tuhan. Bahkan Nietzsche dalam pengumamannya bahwa, ‘Tuhan telah mati’. Kita hidup bebas (tanpa Tuhan). Bahkan bagi Albert Camus hidup atau mati sama saja, atau mati sekarang atau nanti akhirnya mati juga. Baginya hidup hanya beban lebih baik mati sekarang, tanpa kepercayaan atau harapan masuk sorga atau takut neraka karena sepenuhnya dia tidak percaya akan eksistensi tempat itu. Dia kemudian bunuh diri, karena sama saja tiada pengharapan mati nanti atau sekarang.

Dominasi ilmu dan tekhnologi di Barat dewasa ini sebagai akibatnya seculrisme (paham hanya percaya pada ilmu dan tekhnologi saja), menyebabkan orang Barat banyak yang kurang memperdulikan agama. Malahan modernisme sebagai piranti atau berhalaan baru bagi mereka adalah gejala umum. Mereka lebih banyak menganggap agama hanya urusan kuburan atau mati yang amat jarang di perhatikan, adalah problema tersendiri di Barat. Berbeda dengan agama samawi (langit), abramic religian, yang pecaya sepenuhnya pada adanya Tuhan. Agama atau lebih tepat religi atau agama alam, bumi (ardhi), seperti Honai Kaneke, Hindu, Budha, Conghucu, Shinto juga mendasarkan kepercayaan terhadap obyek tertentu selain
Tuhan, Tuhannya agama samawi (Islam, Kristen dan Yahudi). Tapi agak aneh bahwa agama Shinto adalah agama tanpa konsep Tuhan.

Baca Juga :  Fransiscus Go dalam Survey Calon Gubernur NTT

D. PERAN DAN PERJUANGAN ADAT

Tapi apakah hanya agama formal sajakah, yang berhak mengisi isi hati kita untuk mendorong kita, manusia, menghayati hidup, agar hidupnya bermakna, dan berpengharapan? Banyak ahli berpendapat bahwa tidak hanya agama, yang memberi makna hidup, bagi kehidupan manusia. Adat atau Kaneke, dapat juga memberi arti dan makna hidup. Jangankan Kaneke atau religi semacamnya yang memiliki konsep dan sistem kepercayaan, ideologi komunis yang Anti Tuhan sekalipun, adalah sistem kepercayaan yang memberi semangat para pasukan Unisoviet akan ideologi komunis rela mati berhadapan dengan pasukan Amerika yang Kapitalis.

Oleh sebab itu Papua dengan kekuatan adat, agama apapun yang mencoba menghancurkan atas nama kebenaran agama terhadap pemeluk agama lain dihalangi oleh adat. Adat yang dimaksudkan adalah menyangkut isme (paham), bentukkonkritnya; simbol, signal, alamat, tanda. Simbol adat itu ciri-cirinya adalah bahasa, warna kulit, bentuk rambut, marga, kepercayaan adat, pekerjaan, mata pencaharian, tempat tinggal atau singkatnya semua yang mengikat persamaan dan persatuan sebagai simbol persaudaraan orang Papua. Semua unsur adat (kaneke) itu adalah sarana (alat) perekat, sebagai sarana, sebagai alamat, sebagai alat, sebagai tanda, mengenal diri dalam persaudaraan Papua, dikala dichotominasasi oleh agama juga terus mau merajelela sebagaimana kekhawatiran para pemuka agama diatas. Agama tidak boleh mendominasi pemikiran manusia Papua untuk melakukan polarisasi dalam kesatuan adat dan budaya.

Kalaupun ada usaha dominasi suatu agama dengan membunuh Kaneke (jati diri manusia Papua), maka agama demikian harus ditolak. Islam misalnya tidak boleh memaksakan diri dengan memasarkan kebenaran keyakinannya pada para pemeluk agama di Papua yang sudah beragama. Jika itu terjadi maka harus di hadapi oleh Adat bukan oleh agama. Oleh sebab itu adat sebagai pemersatu, maka kecenderungan agama yang membunuh budaya dan Kaneke harus di lawan. Islam juga misalnya mau mengharamkan babi adalah sesuatu yang memaksakan atau akan menghilangkan adat, walau baik menurut islam tapi tidak dapat diterima oleh adat meskipun sekunder posisinya dalam adat. Oleh sebab itu setiap kecenderungan membasmi adat dan budaya oleh agama harus di cegah. Tapi kalau itu menyangkut hal yang primer dan prinsip bukan yang sekunder.

1. Kekuatan Adat dan Keistemewaannya

Dalam kesempatan manapun, kaum pria, para prajurit dan orang-orang berpengalaman, dalam upacara perang selalu menyatakan dengan semangat menyala-nyala. Mereka sering mengucapkan kata-kata seperti ini :

Nai hawolok…Nai Hawolok…Nai Hawolok…

Artinya : “Damailah negeriku…Damailah tanahku… atau Tentramlah alamku…”.

Sebenarnya diperhatiakan arti dari ucapan kata-kata ini, dalam adat dan budaya Papua sendiri, sudah ada konsep damai. Hanya maksudnya dan tujuan kedamaian disini berbeda dengan konsep agama. Ucapan kata-kata ini penulis ingat persis sampai sekarang ini. Ungkapan ini penulis dengar pada usia 13 tahun (21 tahun yang lalu), saat penulis kelas 6 Madrasah Ibtidaiyyah (SD), Merasugun Asso Walesi, tatkala orang-orang Woma yang dibantu oleh orang-orang Tiom, (Elesiwagha, Wamena Barat) yang tinggal bermukim sekitar Kota Wamena datang membakar rumah-rumah orang Walesi dan mau membunuh kami orang-orang Walesi, dalam perang Suku Antar Konfederasi Suku Mukoko dan Walesi- Lanitapo.

Saat itu ada seorang tokoh Tua yang pada masa mudanya adalah seorang prajurit perang yang berani, namun kala itu orang Tua ini sudah berumur sekitar 80 tahun. Orang Tua itu namanya Yahelega Asso. Dia tidak takut, walau musuh yang datang usianya muda-muda dan ditangannya menghunus kampak, parang, tombak, panah siap menebas leher siapapun dihadapannya. Yahelega Asso tidak lari karena takut, malahanh dia lari bolak-balik, kesana-kemari persis seperti upacara menyambut tamu dalam adat Wamena.

Sambil lari kesana-kemari tanpa memperdulikan musuh hanya beberapa meter,(mungkin 10 meter), dari mulutnya keluar kata-kata : Nai Hawolok… Nai Hawolok…Nai Hawolok.. dan seterusnya. Saya kala itu disana tapi saya lari disemak-semak, itupun di kastau ibu guru orang Bugis agar saya sembunyi dan lari kesemak-semak agar tidak dibunuh musuh. Saya anak baru usia 13 tahun, tapi mendengar ucapan kata-kata orang itu, tiada rasa takut sedikitpun dalam jiwa ini saya rasakan, sungguh luar biasa !

Baca Juga :  Sekarang Saya Jawab…

2. Rahasia Nai Hawolok

Kata-kata demikian selalu dan dimana-mana di Lembah Balim, dalam peperangan, terutama di ucapkan oleh mereka yang diserang secara tiba-tiba oleh musuh dalam perang antar konfederasi suku di Wamena. Seseorang tokoh, kepala suku, atau Ap Tugi Metek (kepala suku perang), akan ucapakan kata-kata ini, pada saat dihadapannya penyerangan musuh, orang-orang yang haus darah, untuk membunuh datang dihadapannya, dia akan berlari kesana-kemari (persis yang dilakukan Yahelega Asso), sambil bersumpah dengan ucapan kata-kata, Nai Hawolok…
berulang-ulang.

Makna di balik kata-kata ini sesungguhnya, mengundang tidak saja para arwah leluhur, tetapi juga Tuhan dalam konsepsi dan kepercayaan dia, juga turut diundang, tidak saja, kepada manusia hidup tapi semua alam untuk turut membela mempertahankan diri dari penaklukan daerahnya oleh musuh. Nai Hawolok, mengundang semua makhluk agar segera hadir turut ambil bagian dalam mempertahankan tanah dan wilayah kekuasaan. Nai Hawolok lebih dimaksudkan agar semua makhluk selalu tenang dan waspada penuh siaga, jangan kocar-kacir bila musuh datang menyerang, tapi bersiagalah dan diam ditempat untuk menghadapinya dengan berani.

Dalam pada itu, Nai Hawolok oleh seorang kepala perang, sesungguhnya pertanda
awal membunyikan genderang perang. Kepala perang memanggil semua manusia dan alam, turut ambil bagian dalam menghadapi musuh. Sekali lagi yang di undang tidak hanya manusia, tapi semua, rerumputan, pepohonan, baik hewan didalam tanah maupun diatas tanah, termasuk manusia untuk ikut turut hadir menghadapi musuh. Nai Hawolok, ungkapan oleh kepala perang untuk menenangkan warganya yang tidak hanya manusia tapi juga hewan dan binatang ikut tenang agar tidak panik menghadapi musuh didepan mata.

Ada hal yang menarik adalah kesatuan atau penyatuan (unity) antara manusia dan alam yang unik, ketika Ap Tugi Metek, mengucapakan kata-kata Nai Hawolok, dia sudah extasi, dia sudah masuk alam lain, dalam alam penyatuan wujud kehidupan lain, alam perang. Dia sudah tidak menyadari lagi, dari pintu mana dia masuk dan dia benar-benar tidak ingat diluar alam, dunia darimana dia tadi datang beranjak. Dia dialam dunia lain, yang dialam itu menjadi kehidupan dunia lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan dunia tadi.

Dalam situasi extasi ini sama sekali tiada rasa takut, yang ada hanya tawa, yang ada hanya permainan, permainan perang suku kedua belah pihak. Tapi begitu perang usai dengan korban dan luka masing-masing pihak baru kesadaran, oh… saya dimana… tadi… saya dalam alam extasi. Karena dalam alam Nai Hawolok, yang ada hanya berani, menertawan musuh yang lari terbirit-birit karena takut, mengejar dan di kejar, dalam alam dunia lain, sepenuhnya alam permainan. Kita baru menyadari, setelah kembali…kembali ke alam dunia pertama. Tapi perang itu sendiri, adalah dunia lain, dunia permainan, yang tanpa rasa takut akan mati dan luka.

Dunia alam perang memalingkan dirinya dari mana saya datang, dan dimana saya ada kini, yang ada hanya dunia ini, dunia perang. Kepada sebanyak berapapun pasukan musuh akan dihadapi dengan berani, dunia “sana” sudah tidak mengingatkanya takut akan kematian, yang ada permainan, permainan perang. Tetapi yang menarik, apabila sapaan dan undangannya sampai baik kepada semua makluk pemilik atau penunggu tempat wilayah georafi teritorialnya yang disapa dengan kata : Nai Hawolok, agar ikut serta dan menggabungkan diri ambil bagian dalam membela wilayah kekuasaan.

Seakan semua alam beserta semua isinya, telah mendengar, datang Hadir memberi restu. Kalau keadaan bahaya, Sang Kehadiran, akan menolong menghindarkannya dan atau dapat mempertahankan wilayah kekuasaanya adalah keistimewaan dalam perang
adat. Karena itu dengan semangat Nai hawolok semua turut di undang dan diajak tenang damai adalah semua makhluk baik yang ada dibawah tanah ataupun diatas
tanah.

Baca Juga :  Ingatan 30 September, “PKI No dan Komunis Yes”

F. PERAN NEGATIF AGAMA

Betapa tidak sedikit oleh akibat kefanatikan kepemelukan agama, peperangan (pembunuhan, pemerkosaan, penghinaan harkat-martabat manusia), atas nama kebenaran agama telah menjadi banyak bukti terjadi dimuka bumi. Andaikan rumput, gunung, bukit, batu, tanah, pohon, hewan dan lain dapat berbicara, ia dapat bercerita bahwa; Oleh akibat kefanatikan kepemelukan agama, ribuan nyawa anak manusia menjadi korban sia-sia kebiadaban atas nama kebenaran agama. Agama penyebab utama banyak manusia dibunuh. Agama menyebabkan telah banyak korban manusia menjadi sia-sia. Demikianlah contoh di Ambon, agar kita tidak jauh-jauh menyebut Bosnia atau Perang Salib pada masa silam.

Demikian baikkah agama sesungguhnya? Pasti ada yang membela agama, dengan
mengatakan bahwa yang salah bukan agama tapi manusia sebagai pemeluk agamanya.
Herankah kita oleh ulah agama, ratusan bahkan ribuan angka yang diberikan oleh Dewan Gereja Indonesia, pembakaran Gereja oleh kaum pemeluk fanatik Islam yang melakukan pembakaran, terutama menjelang Hari Raya agama Nasrani; Natal dan Paskah? Bahkan termasuk Pendetanya mendapatkan nasib sial, yang terjadi sejak zaman Soeharto berkuasa?

Hal demikian di Indonesia (negara yang membanggakan diri sebagai negara demokratis), sampai dengan pemerintahan yang berkuasa sekarang, perlindungan terhadap rakyat pemeluk agama dianggap lebih parah dan paling buruk.

Perlindungan kaum pemeluk agama bukan agama maien streem sangat kurang oleh pemerintah Indonesia, menjadi alasan benar kekerasan oleh agama menyebabkan banyak korban sia-sia, oleh akibat kepemelukan agama yang fanatik buta. Semua ini menjadi contoh keburukan agama atau oleh akibat kepemelukan fanatik buta
agama.

Kalau begitu kenapa kita mau mempercayai agama sebagai baik? Hanya agama sajakah yang membawa kita pada kebaikan, harapan dan tujuan hidup, termasuk Perjuangan Papua Merdeka? Menurut saya tidak !

Adat betapapun dianggap palsu dan rendah oleh agama dapat membawa juga kebaikan, tujuan dan harapan, asalkan kita tidak membakar hangus Adat kita, kita dapat berpedoman sebagai penuntun arah, tujuan, alamat, signal, menuju pada obyek kepercayaan untuk mencapai hidup bahagia, hidup ada magna, hidup ada arti, akhirnya sebagai semangat pemersatu dalam melakukan perlawanan dibawah payung organisasi OPM. Agama sesungguhnya kepercayaan pada obyek transendental, diluar dari kenyataan disini. Agama adalah kepercayaan pada hal-hal yang bersifat eskatologi (Sorga, Neraka, Tuhan, Maikat, Setan dan juga Iblis) yang tidak dapat dibuktikan oleh siapapun manusia di
dunia.

Kita dianjurkan oleh agama mempercayai begitu saja, tanpa pernah merasa benar, atau sudah merasakan bagaimana sorga, atau panasnya api neraka itu. Karena itu agama sesungguhnya juga adalah idealisme, idealisme yang memproses terus untuk
memberi janji, janji hidup manis sorga dengan para bidadari dan ketakutan akan api neraka, tanpa pernah kita tahu persis benar ada atau tidak tempat itu.

Bahkan dimana letak tempat-tempat itu beserta Sang Pembuat dan Pemilik Tempat itu (Tuhan). Siapa saja manusia tidak tahu, kecuali kembali kepada mitos (percaya). Agama adalah suatu sistem kepercayaan tanpa pernah kita mengalami benar-benar kebenaran ceritera semua itu. Dogma kepercayaan agama terus ditanamkan (indogtrinasi), oleh para ulama, pendeta dan pastor dari sejak kita belum lahir sampai kita mati, ceritera (mitos) terus akan begitu.

Disini mencoba menampilan experimentasi pemikiran sederhana guna memberi kontribusi atas berbagai masalah keislaman dan kepapuaan guna mencapai kemaslahan bersama atas berbagai masalah sosial politik. Penawaran pemikiran lebih pada perspektif islam, yakni; berdasarkan nilai-nilai utama yang terkandung dalam dan dari sumber Al-Qur’an dan Al-Hadis, dengan intrepretasi lebih bebas sesuai konteks sosial budaya Papua.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Ismail Asso
Editor : Admin
Sumber :

Berita Terkait

Membangun Politik yang Bersih Sehat & Jujur
Refleksi Milad Muhammadiyah ke 112 dari Sukolilo Pati
Pemilu Untuk Membangun Manusia Papua yang Lebih Baik
Pemimpin Gereja Berdiri Netral Dalam Pemilu 2024
Ulasan Buku: Sejarah Kepempiminan Pemuda Baptis Papua – Angginak Sepi Wanimbo
Kepala Kampung/Desa Harus Netral Dalam Pesta Demokrasi 2024
Forum Indonesia Unggul: Selayang Catatan Jelang Ulang Tahun Kota Bandung Ke-214
Adat Gereja dan Pemerintah Tiga Tungku Bersatu Membangun Negeri

Berita Terkait

Jumat, 18 Oktober 2024 - 00:07 WIB

Terbukti, Kabid Disnakertrans Halsel Ditetapkan Sebagai Tersangka

Jumat, 18 Oktober 2024 - 00:07 WIB

Bawaslu Sikat: Oknum Perangkat Desa Indong Diduga Terlibat Kampanye Paslon

Jumat, 18 Oktober 2024 - 00:06 WIB

Survei Pilgub Malut, Paslon HAS Unggul di Ternate 

Jumat, 18 Oktober 2024 - 00:06 WIB

Warga Desa Foya Antusias Menyambut Kedatangan Paslon Rusihan-Muhtar

Jumat, 18 Oktober 2024 - 00:05 WIB

Bawaslu Halsel, Bentuk Tiga Pokja Untuk Mengawasi Pelaksanaan Pilkada Serentak 

Rabu, 16 Oktober 2024 - 14:03 WIB

Musda V HNSI Bangka Belitung Dorong Peningkatan Ekonomi Nelayan

Selasa, 15 Oktober 2024 - 22:41 WIB

Bentuk Rasa Cinta Terhadap Sultan Husain Alting Sjah, Warga Desa Bicoli Komitmen Menangkan HAS 

Selasa, 15 Oktober 2024 - 22:03 WIB

BPSH MN KAHMI Lanjutkan Kerja Sama dengan BPJPH dan ITDI Korea Selatan untuk Konferensi Halal Food

Berita Terbaru

Oplus_131072

Daerah

Survei Pilgub Malut, Paslon HAS Unggul di Ternate 

Jumat, 18 Okt 2024 - 00:06 WIB