Oleh : AA Lanyalla Mahmud Mattalitti
Penulis adalah Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
Saya sebenarnya tidak mau menanggapi banyaknya pertanyaan dan komentar di media sosial. Baik itu di grup WA, maupun di twitter dan media sosial lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Yang pada intinya, menanyakan, mengapa LaNyalla akhir-akhir ini kritis dengan narasi-narasi fundamentalnya tentang negara ini. Dulu-dulu LaNyalla kemana aja? Begitulah inti dari banyak pertanyaan, jika saya simpulkan.
Bagi saya pertanyaan-pertanyaan seperti itu wajar. Terutama bagi mereka yang tidak mengikuti perjalanan saya sejak dilantik menjadi Ketua DPD RI pada 2 Oktober 2019 (dinihari), silam.
Karena sejak saat itu, saya menyadari betul, bahwa saya telah melakukan transformasi posisi. Dari sebelumnya aktivis organisasi di Ormas, menjadi pejabat negara. Di Lembaga Negara yang mewakili daerah. Maka sejak saat itu, saya putuskan untuk keliling ke semua daerah di Indonesia.
Untuk apa? Untuk melihat dan mendengar langsung suara dari daerah. Agar Lembaga DPD RI ini memiliki manfaat sebagai wakil daerah. Apalagi Lembaga ini dibiayai dari APBN. Meskipun jauh lebih kecil dibanding DPR RI.
Hampir satu tahun awal masa jabatan, saya terus berkeliling daerah. Bahkan di awal Pandemi Covid. Dan apa yang saya temukan? Ada dua persoalan yang hampir sama. Yaitu; Ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dan Kemiskinan Struktural yang sulit dientaskan.
Dari temuan itu, saya simpulkan bahwa dua persoalan tersebut adalah persoalan yang fundamental. Tidak bisa diatasi dengan pendekatan karitatif dan kuratif. Ibarat di dunia medis, persoalan tersebut hanya symptom dari sebuah penyakit dalam.
Saya berdiskusi dan berdialog dengan banyak orang. Kolega di DPD RI dan sahabat. Memang benar. Persoalan tersebut ada di hulu. Bukan di hilir. Ini tentang arah kebijakan negara. Yang dipandu melalui Konstitusi dan ratusan Undang-Undang yang ada. Sehingga sering saya katakan. Ini bukan persoalan pemerintah hari ini saja. Atau Presiden hari ini saja. Tetapi persoalan kita sebagai bangsa.
Oleh karena itu, saat DPD RI menjadi penyelenggara Sidang Tahunan MPR Pada 16 Agustus 2021 lalu, saya mulai menyampaikan persoalan kebangsaan ke muka publik dalam sidang yang dihadiri semua Lembaga Negara saat itu. Termasuk Presiden dan Wakil Presiden.
Sejak saat itu, saya terus menerus meresonansikan, bahwa kita harus melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa. Karena negara ini semakin hari, semakin Sekuler, Liberal dan Kapitalis.
Karena itu saya juga sampaikan berulangkali. Bahwa saya mengajak semua pejabat negara untuk berpikir dan bertindak sebagai negarawan. Bukan politisi. Karena negarawan tidak berpikir next election. Tetapi berpikir next generation.
***
Saya menyadari betul. Bahwa sebagai pejabat negara saya disumpah untuk taat dan menjalankan Konstitusi dan peraturan perundangan yang berlaku. Tetapi sebagai manusia saya dibekali akal untuk berfikir, dan qolbu untuk berdzikir. Sehingga saya selalu memadukan Akal, Pikir dan Dzikir.
Saya melihat ada persoalan di dalam Konstitusi kita. Dimana kedaulatan rakyat di dalam sistem demokrasi perwakilan yang didesain oleh para pendiri bangsa sudah terkikis dan hilang. Bahkan kita telah meninggalkan Pancasila sebagai grondslag negara ini.
Dan puncak dari semua itu adalah saat kita melakukan Amandemen Konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam. Dengan cara yang ugal-ugalan dan tidak menganut pola addendum. Sehingga kita menjadi ‘bangsa’ yang lain.
Karena itu wajar bila Profesor Kaelan dari UGM, dari hasil penelitian akademiknya, menyimpulkan bahwa Amandemen 1999-2002 silam bukanlah Amandemen atas Konstitusi. Tetapi penggantian Konstitusi. Saya tidak perlu mengulas panjang lebar di sini. Silakan dibaca sendiri hasil penelitian tersebut.
Tetapi yang pasti, sejak Amandemen itu, semakin banyak lahir undang-undang yang menyumbang Ketidakadilan dan Kemiskinan Struktural. Dan itulah yang saya temukan setelah saya berkeliling ke 34 provinsi di Indonesia.
Mengapa itu terjadi? Karena kita telah meninggalkan mazhab ekonomi Pemerataan dan meninggalkan perekomian yang disusun atas azas kekeluargaan, dengan membiarkan ekonomi tersusun dengan sendirinya oleh mekanisme pasar.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : AA Lanyalla Mahmud Mattalitti |
Editor | : Muhamad Fiqram |
Sumber | : |
Halaman : 1 2 Selanjutnya