DETIKINDONESIA.ID, TANGERANG – Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan kejahatan yang berdampak luas, baik pada laki-laki atau perempuan, dewasa maupun anak-anak. Para korban dieksploitasi dalam berbagai bidang, termaksud pekerja domestik, industri hiburan, konstruksi, pariwisata, pekerjaan seks, kehutanan, perikanan, pertambangan, dan lainnya. Kebanyakan pelaku TPPO merupakan kelompok yang terorganisir, serta menggunakan jaringan yang sangat luas, bahkan bukan hanya domestik melainkan internasional.
Indonesia merupakan salah satu negara sumber, transit, maupun penerima praktik TPPO. Perdagangan orang di Indonesia banyak disebabkan faktor kemiskinan, pengangguran, ketidaksetaraan gender, dan kemudahan pemalsuan dokumen. Selain itu ada juga karena faktor ekonomi, minimnya pendidikan dan pemahaman, dan belum maksimalnya peran negara dalam melakukan perlindungan terhadap warganya.
Di Indonesia, TPPO diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang mengatur terkait dengan bentuk, saksi, dan hukum acara dalam penanganan TPPO. Meskipun UU 21 Tahun 2007 telah berjalan selama 13 tahun, namun masih menemui berbagai tantangan dalam pelaksanaannya, sehingga belum maksimalnya penegakan hukum yang dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan hal tersebut, International Organization for Migration (IOM) Indonesia bekerjasama dengan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) telah merampungkan dalam menyusun Modul Penanganan TPPO dalam Persidangan bagi Hakim. Banyak tahapan dalam proses tersebut, seperti diskusi terarah dengan hakim, ahli hukum, akademisi, serta pihak lain yang memiliki pengalaman dengan kasus TPPO di lapangan.
Sehingga IOM Indonesia mengadakan Training of Trainers (TOT) dalam Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) bagi Hakim Peradilan Umum Seluruh Indonesia, baik secara offline maupun hybrid yang di gelar di Ballroom, lt. M1 Hotel Novotel Tangerang, Tangcity Superblock, Jalan Jenderal Sudirman No. 1, Babakan, Kota Tangerang, Banten, Selasa (14/12/2021).
Traning of Trainers yang digelar selama 5 hari sejak Selasa-Sabtu, 14-18 Desember 2021 ini memiliki tujuan untuk memperkuat pemahaman dan kesadaran hakim tentang kondisi serta lanskap isu perdagangan orang di Indonesia, meningkatkan pengetahuan dan kapasitas hakim dalam mengadili perkara TPPO dalam proses persidangan, dan memperdalam pendekatan sensitifitas korban anak dan gender dalam proses persidangan.
Kegiatan tersebut diikuti oleh 22 orang peserta yang merupakan alumni TOT LAN Peradilan Umum tahun 2020 dan Hakim dari Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, Badan Pengawas MA RI, Kepaniteraan MA RI, Pengadilan Tinggi Banda Aceh, Padang, Bandung, Surabaya, Jayapura, Jakarta, Pekanbaru, dan Makasar.
Diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan sikap berdiri tegak sebagai bentuk kehormatan terhadap negara, kemudian dilanjuti dengan menyanyikan lagu Mars Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Kepala Pusdiklat Teknis Peradilan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia, Bambang. H. Mulyono dalam laporannya mengucapkan terima kasih kepada IOM Indonesia yang telah bekerjasama dengan Pusdiklat Teknis Peradilan MA untuk mengadakan TOT bagi Hakim Peradilan Umum Seluruh Indonesia untuk menyelesaikan Perkara TPPO.
“Sesungguhnya dalam kerjasama IOM dan Pusdilat Teknis Peradilan MA untuk acara TOT ini anggarannya sepenuhnya dikeluarkan oleh IOM Indonesia, sedangkan untuk kepanitiaannya merupakan gabungan dari IOM dan Pusdiklat Teknis Peradilan MA. 22 orang peserta yang hadir pun telah melalui tahap seleksi dari alumni TOT Reguler, TOT dengan SSR, TOT dengan HAM dan TOT dengan Disabilitas yang telah memiliki pengalaman,” ujar Bambang dalam laporannya di pembukaan acara TOT 2021.
Pada kesempatan yang sama, Deputy Chief of Mission IMO Indonesia, Theodora Rachel Suter mengucapkan selamat datang kepada Prof. Dr. H. Takdir Rahmadi dan Bambang H. Mulyono serta kepada para peserta undangan kegiatan TOT. Dirinya merasa senang, karena semua para undangan dapat hadir pada TOT 2021 ini.
Theodora juga menyampaikan bahwa TPPO yang terjadi di Indonesia terbilang cukup tinggi, untuk itu dirinya mengajak segenap elemen agar dapat bekerjasama menekan TPPO di Indonesia, karena munculnya tatangan baru dalam penanganan TPPO, khususnya setelah masa Pandemi Covid-19.
“Media online menjadi salah satu munculnya TPPO setelah masa pandemi. Akses penggunaan Media online lebih mudah didapatkan semua orang, sehingga dijadikan modus operandi baru bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang untuk merekrut dan mengeksploitasi,” ucap Theodora pada acara pembukaan TOT secara hybrid, Selasa (14/12/2021).
Menurut Theodora, yang menjadi salah satu alasan dalam pelatihan ini adalah, pentingnya untuk terus menguatkan dalam pengimplementasian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan perdagangan orang dan memastikan bahwa akses keadilan itu tersedia bagi korban TPPO.
“Memasuki 14 tahun UU 21 Tahun 2007 di sahkan, saya mengapresiasi usaha yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam memastikan hal tersebut terus berjalan, akan tetapi usahan untuk terus menguatkan dan juga melaksanakan undang-undang ini masih harus ditingkatkan untuk akses bagi korban dalam mendapatkan keadilan,” tambahnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Michael |
Editor | : Michael |
Sumber | : Special Report |
Halaman : 1 2 Selanjutnya