Semiotika Politik: Mengurangi Lingkaran Kekerasan

Selasa, 19 April 2022 - 10:24 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh :Eka Hendry Ar

Penulis Adalah:  Rumah Moderasi Beragama IAIN Pontianak dan Kabid. Keilmuan, Riset dan PT KAHMI Wilayah Kalbar

ini jagat maya dihebohkan berita pemukulan seorang “aktivis” pada saat momen demonstrasi. Akibatnya, sang aktivis mengalami luka-luka yang cukup serius, sehingga harus dilarikan ke Rumah Sakit. Penulis sengaja tidak menyebutkan identitas yang bersangkutan, dengan maksud melihat respon pembaca.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dugaan penulis, pertanyaan yang boleh jadi munculkan adalah, “kok aktivis dipukul? “Siapa yang mukul? “Sebabnya apa ? Kira-kira ini pertanyaan yang bakal muncul ketika mendengar berita tersebut. Deretan pertanyaan tersebut sebenarnya berangkat dari keheranan. Lazimnya, para tokoh atau aktivis senior, jika mendatangi para demonstran mahasiswa, apalagi untuk mendukung agenda gerakan mahasiswa, biasanya akan dielu-elukan, disambut dengan gembira. Bahkan seolah-olah mendapat suntikan semangat baru. Tapi mengapa dalam kasus ini Sang Aktivis terjadi sebaliknya.

Baca Juga :  Rocky Gerung Bicara di DPD RI Terkait BLBI

Kita tinggalkan sejenak cerita di atas, mari kita berandai-andai. Jika yang datang pada saat demonstrasi tersebut adalah Roger (Rocky Gerung), kira-kira apa yang akan terjadi. Apakah akan digebuk sampai bonyok, atau dielu-elukan? Sembari berebut berphoto ria. Jawabnya, wa Allah a’lam bi shawab.

Tulisan ringan ini mau menarik fenomena tersebut sebagai fenomena yang lebih karikatif. Dengan alasan, pertama, dengan tidak menyebut langsung nama, organisasi dan waktu diharapkan agar tidak melukai siapapun. Karena potensi melakukan kekerasan simbolik akan sangat mungkin dilakukan jika itu tidak dilakukan. Kedua, fenomena serupa bakal jamak dijumpai, dalam momen, tempat, waktu dan aktor berbeda. Sehingga kita akan melihat pola dari fenomena tersebut. Ketiga, penulis ingin membaca fenomena tersebut sebagai realitas semiotika politik.

Baca Juga :  64 Tahun LaNyalla: Sang Pemberani dan Tulus Perjuangan Kembali Ke UUD 1945 Yang Asli

Tentu saja tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membenarkan tindakan kekerasan. Penulis prihatin terhadap apa yang dialami Sang Aktivis. Apapun bentuk dan alasannya, kekerasan bukan cara terbaik menyelesaikan masalah. Karena, selain tidak menyelesaikan masalah, kekerasan malah melahirkan praktek kekerasan lainnya. Sebagaimana adagium violence beget violance (kekerasan akan melahirkan kekerasan berikutnya).
Tulisan ini berusaha menganalisa peristiwa ini dalam kacamata semiotika politik. Dalam rangka memahami secara utuh apa yang sebenarnya sedang terjadi di balik peristiwa pemukulan terhadap Sang Aktivis. Secara semiotis, setiap fenomena melambangkan atau menyimbolkan sebuah makna. Terkadang maknanya dekat (denotatif), namun terkadang jauh (konotatif), sehingga perlu pengkajian yang serius.

Peristiwa yang dialami Sang Aktivis, hemat penulis adalah peristiwa politik. Artinya peristiwa tersebut bukan tindakan kriminal biasa, akan tetapi patut dibaca ada kepentingan atau muatan politik. Sehingga patut diduga ada kaitannya antara satu peristiwa dengan rangkaian peristiwa lainnya.

Baca Juga :  LaNyalla Punya Etika dan Intelektual, Rocky Gerung: Sesuai Kriteria yang Dibutuhkan Pemimpin Nasional

Berdasarkan telaah terhadap lambang dan simbol dari peristiwa tersebut, berikut penjabarannya.
Pertama, Sang Aktivis dinilai sebagai buzzer yang konon sering berbeda pandangan dengan berbagai pihak, termasuk beberapa kelompok ummat Islam dan kelompok oposan pemerintah. Biasanya Sang Aktivis menyebut para oposannya sebagai kelompok intoleran dan bahkan radikal. Seringkali terjadi benturan wacana, saling serang dan saling sindir. Sang Aktivis biasanya melakukan propaganda melalui channel TV mereka. Narasi yang dibawa biasanya menyuarakan kepentingan kelompok minoritas dan anti terhadap kelompok Islamis dan pihak yang menjadi oposisi pemerintah. Setiap ada “serangan” terhadap presiden misalnya, maka diantara aktivis ini, lantas membuat tayangan yang membahas, sekaligus meng-counter isu tersebut.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Eka Hendry Ar
Editor : Harris
Sumber :

Berita Terkait

Revisi UU Minerba; Langkah Maju Percepatan Hilirisasi
Mata Uang Dunia
Berita Acara Sumpah (BAS) Firdaus dan Razman Dibekukan Pengadilan Tinggi, Apa Pelajaran Bagi Advokat Lain?
Pesan Ketum di Rakernas, Partai Golkar Solid
Kongkriet! Arahan Ketua Umum DPP Partai Golkar di Rakernas
Menteri Bahlil Cermat
Pemerintah dan DPR Guyup Wujudkan Swasembada Energi
Presiden Prabowo Tentang Urgensi Patuh Pada Sistem Hukum dan Undang-Undang

Berita Terkait

Sabtu, 22 Februari 2025 - 17:33 WIB

1.700 Siswa Ikuti Perkemahan Pramuka di Sorong untuk Perkuat Karakter Anak

Sabtu, 22 Februari 2025 - 16:26 WIB

Retret Kepemimpinan di Akademi Militer, Karel Murafer Perkuat Integritas Sebagai Pemimpin Maybrat

Sabtu, 22 Februari 2025 - 16:01 WIB

Masyarakat Fakfak Dukung Program Makan Bergizi Gratis, Letkol Lukman Permana Tegaskan Manfaat Besar

Sabtu, 22 Februari 2025 - 15:45 WIB

Johny Kamaru dan Sutejo Siap Bangun Kabupaten Sorong untuk Periode 2025-2030

Sabtu, 22 Februari 2025 - 15:34 WIB

Samaun Dahlan Tegaskan Pendidikan dan Kesehatan Gratis Masuk dalam APBD Fakfak 2025

Sabtu, 22 Februari 2025 - 15:12 WIB

Bupati Fakfak Samaun Dahlan Ikut Retret Kepala Daerah di Magelang, Ini Agendanya!

Sabtu, 22 Februari 2025 - 11:56 WIB

Mantan Bupati Kaimana Serahkan Aset Pemerintah Sebelum Pindah ke Rumah Pribadi

Sabtu, 22 Februari 2025 - 10:52 WIB

Pasca Pelantikan, Wali Kota Sorong Ajak Bersatu Bangun Daerah : Tidak Ada Lagi 01,02

Berita Terbaru