“Tapi ada beberapa catatan. Pertama saya bisa sebut, bisa dikualifikasi. Sebenarnya LPSK ini melakukan proses intervensi dalam persidangan ini. Kenapa kalau memang sejak awal para korban ini berada dalam perlindungan dan menurut peraturan undang undang LPSK sejak awal mereka harusnya menyampaikan hak restitusi tersebut,” lanjut Mangapul.
Sehingga kalau korban ada hak restitusi pemulihan korban. Terdakwa juga punya hak soal masa penahanan. Sama sama sebenarnya majelis hakim, jaksa, kita pun kaget. Begitu mau agenda tuntutan muncul permohonan restitusi.
“Yang kedua, kalau kita mengacu pada perma nomor 1 tahun 2002 tentang tata cara pemberian restitusi, di situ jelas disebutkan pemberian restitusi, rehabilitasi itu kepada korban tindak pidana tertentu, misalnya teroris. TPPO atau TPPU,”cetus Mangapul Silalahi.
Nah, yang menjadi pertanyaan disini, lanjut Mangapul. Dari 3 berkas yang kualifikasi didakwa atas undang undang TPPU, berkas terhadap 4 orang, dengan nomor perkara 469/Pid.B 2022/PN Stb, Inikan pidana biasa.
Dan ini sifatnya permohonan, ketika tidak dikabulkan itu bisa diajukan gugatan perdata. Tapi adahal lebih penting daripada itu yang sangat mendasar, makanya kami bilang, kami juga mempelajari berkas.
“Disalasatu berkas permohonan abdul sidik alias bedul. Yang berhak mendapatkan restitusi tentunya keluarga. Jika tidak ada keluarga maupun kuasa yang diberikan keluarga atau wali dari penetapan pengadilan yang menentukan,” ucap Mangapul saat didampingi Poltak yang juga penasihat hukum terdakwa.
Selajutnya Mangapul Silalahi mengatakan adanya hal yang berbeda dengan penerimaan tersebut. “Ada namanya Dewi Safitri, ketika kita konfirmasi dia sepupu, sementara bedul (Almarhum) masih memiliki adik dan memiliki orang tua laki-laki,”lanjutnya
Sebelumnya LPSK lama melakukan penyidikan terkait korban dan seharusnya bisa dipastikan, bahwa ketika ada permohonan pengajuan restitusi keluarga korbanlah yang berhak yang mendapat itu.
“Permohonan pengajuan restitusi, keluarga korbanlah yang berhak yang mendapat. Inikan soal kemanusiaan, karena kalau kita baca soal restitusi ini soal kemanusiaan,” pungkas Mangapul.
Ditempat yang sama, Poltak Agustinus Sinaga yang juga penasehat hukum (PH) terdakwa mengatakan. Kami perlu tegaskan, bahwa dipersidangan kita menyatakan kemudian akan berpikir dan akan memberikan restitusi korban.
“Restitusi kalau bagi kita itu adalah kompensasi kerohiman ini adalah sebatas soal kemanusiaan saja, bukan juga karena soal LPSK, kita punya jiwa kemanusiaan,” lanjut Poltak.
Artinya jangan dipelintir jika kita memberikan restitusi itu. Kita tetap pada posisi, bahwa sampai hari ini dalam persidangan, tidak ada hal yang menunjukkan bahwa kematian Sarianto dilakukan terdakwa DP dan HS.
“Begitu juga kematian dari Abdul Siddik alias bedul, kita sama-sama tahu terbuka di persidangan. Sebelum dia meninggal, sebelum dan dibawa ke panti rehab. Dia (Bedul) dimasa dipasar karena mencuri dan berulang – ulang. Artinya kita tetap pada pendirian, bahwa kita penasihat hukum dan terdakwa akan mencoba bernegosiasi dan berdiskusi. Dan kita kedepankan adalah soal kemanusiaan,” pungkas Poltak.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Teguh |
Editor | : Admin |
Sumber | : |
Halaman : 1 2