DETIKINDONESIA.CO.ID, JAKARTA – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie buka suara mengenai hak angket yang menjadi pembicaraan banyak pihak pasca Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Hal ini juga Jimly sampaikan ke Ketua Umum Partai Golongan Karya Airlangga Hartarto.
Jimly menegaskan hak angket hanya dinamika biasa dalam demokrasi. Pemerintah tidak perlu khawatir berlebihan.
“Tapi memang harus diperhatikan supaya terarah, kalau tidak terarah bisa melebar-lebar ke mana-mana, tapi adanya angket ini misalnya terjadi saya malah apresiasi supaya dalam catatan sejarah di era pemerintahan Jokowi hak angket dipakai,” kata Jimly usai bertemu Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, kemarin Senin (26/2/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Semua presiden itu mulai dari Pak Habibie, Megawati, Gus Dur, SBY, semua sudah mengalami hak angket, dipakai DPR, masa 10 tahun terakhir hak angket enggak pernah ada dipakai DPR, jadi enggak apa-apa ini,” tegasnya.
Meski begitu, ia menekankan, hak angket itu tidak akan sampai ujungnya hingga pemakzulan atau impeachment pada presiden dan wakil presiden terbaru yang terpilih pada 2024 menggantikan Presiden Jokowi.
“Tidak bisa, itu lain lagi, kalau impeachment itu pernyataan pendapat. Jadi kan ada interpelasi, ada angket, ada pernyataan pendapat, nah pernyataan pendapat itu mekanismenya sendiri lagi. Jadi impeachment itu kaitannya pernyataan pendapat, dan itu panjang ceritanya bisa setahun,” tegas Jimly.
Jimly mengatakan, angket ini hanya menyelidiki pelanggaran Pemilu atau Pilpres 2024, yang ujungnya adalah menemukan pelanggaran-pelanggaran hukum, termasuk pelanggaran pidana.
“Sesudah itu ke aparat penegak hukum, jadi sepanjang menyangkut soal tidak terkait pemilu bisa, tapi sepanjang yang berkaitan dengan pemilu sudah ada mekanisme, misal tindak pidana pemilu ada enggak di Bawaslu kalau berkenaan dengan pelanggaran-pelanggaran yang disebut-sebut kecurangan itu kan di Bawaslu,” ucap Jimly.
Ia menekankan, terkait jumlah hasil pemilihan umum, seperti berapa jumlah suara dan siapa yang harus duduk di kursi objek perkara di MK. Sedangkan angket hanya sebatas panitia di DPR untuk menyelidiki penyelenggaraan pemilu oleh pemerintah.
Jimly mengatakan, misalnya pemerintah dipanggil DPR dengan panggilan paksa oleh DPR, pemerintah bisa menjelaskan apa saja yang menjadi tanggung jawab pemerintah berkenaan dengan pemilu, pertama terkait penerbitan UU Pemilu, pelaksanaan anggaran dalam APBN, lalu struktur KPU, Bawaslu, serta DKPP, dan peraturan pelaksanaan pemilu.
“Itulah keterlibatan pemerintah dalam urusan kepemiluan, selebihnya itu tanggung jawab KPU, Bawaslu, DKPP,” papar Jimly.
Terakhir ia mengakui pelanggaran Pemilu 2024 memang banyak, namun apakah pelanggarannya itu terstruktur, sistematis, dan massive itu harus dicari fakta-faktanya.
“Besar kemungkinan ini massive, tapi apakah dia sistematis dan terstruktur belum tentu, ini sesuatu yang tidak mudah tapi bukan berarti mengecilkan harapan, bukan tapi sekedar menjelaskan fenomena yang kejadian,” ucap Jimly.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : |
Editor | : TIM |
Sumber | : CNBC INDONESIA |