Oleh : Nasarudin Sili Luli (Pegiat Kebangsaan)
Setelah penantian panjang (Perpu) nomor 1 tahun 2022 tentang perubahan atas undang –undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum di keluarkan oleh pemerinta,hal yang paling menonjol dalam pertimbangan dikeluraknnya perpu.
Pertama sebagai akibat dari pembentukan Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan serta merupakan pemekaran dari Provinsi Papua Barat Daya perlu kebijakan dan langkah luar biasa untuk mengantisipasi dampak pembentukan daerah baru tersebut terhadap penyelenggaraan tahapan pemilihan umum tahun 2024 agar tetap terlaksana sesuai dengan jadwal dan tahapan sehingga menciptakan stabilitas politik dalam negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kedua, Sebagai implikasi pembentukan Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan serta Provinsi Papaua Barat Daya, juga perlu dilakukan daerah pemilihan dan alokasi kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi serta kelembagaan penyelenggara pemilihan umum sehingga perlu diberikan kepastian hukumyang sangat segera tanpa mengganggu tahapan penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2024.
Dalam konteks pendapilan merupakan salah satu elemen teknis dari system Pemilu yang berisian dengan tidak hanya nilai-nilai dasar representasi tetapi juga pada dimensi politik pada wilayah yang mikro dalam penyelenggaraan Pemilu. pertama, pembentukan Dapil merupakan proses yang kompleks. Pemenuhan pada satu prinsip kerap menimbulkan ketidakterpenuhan prinsip lainnya.
Di sisi lain, ketidakterpenuhan pada satu prinsip juga mempengaruhi ketidakterpenuhan pada prinsip lainnya. Tidak terpenuhinya prinsip kesetaraan nilai suara menyebabkan sulit juga untuk memenuhi prinsip ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional dan prinsip proporsional. Kedua, prinsip kesetaraan nilai suara (OPOVOV) yang dikuantifikasi menjadi “bias harga kursi”, tidak seluruhnya dapat mencapai tingkat ideal, tetapi secara keseluruhan masih berada pada kondisi yang dapat ditoleransi. Pada pembentukan Dapil niscaya muncul bias pada ketidaksetaraan nilai penduduk dalam kontribusinya pada pengalokasian kursi (malapportionment).
Ketiga, prinsip ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional dan prinsip proporsional saling tehubung satu sama lain, sehingga prinsip ini pada hakikatnya menjamin kesetaraan tingkat kompetisi dan afirmasi bagi partai politik yang relatif tidak dapat bersaing agar proporsi suaranya sedapat mungkin dapat dikonversi menjadi kursi. Singkatnya, kedua prinsip ini pada dasarnya dapat disatukan dalam satu prinsip, yakni proporsionalitas.
Problem Pendapilan
Memotret pendapilan pada pemilu tahun 2019 justrul banyak yang tidak konsisten dalam penerapan pendampilan yang tidak sesuai dengan prinsip pendapilan Pertama adalah pembiaran terhadap dapil loncat di pemilu-pemilu sebelumnya yang bertentangan dengan prinsip integralitas wilayah, dan justru menambah jumlah dapil loncat yang baru, Melalui pengukuran bias harga kursi di setiap Dapil terhadap BPPd sebagai harga kursi ideal.
Secara umum, terdapat Dapil yang melampaui angka idealnya (ditandai dengan bilangan positif) atau tidak mencapai angka idealnya (bilangan negatif). Bagi Dapil yang memiliki bias harga kursi dengan bilangan positif,artinya penduduk di Dapil yang bersangkutan nilai
suaranya terlalu tinggi dibandingkan yang seharusnya (over-representated). Sementara dapil dengan harga bias kursi negative (under-representated). Kedua kondisi itu mencerminkan ketidaksetaraan antara jumlah penduduk dan kursi yang dialokasikan. Singkatnya, prinsip equal population melaui adagium one person, one vote, one value menjadi kurang dapat dipenuhi.
Ketiga, terdapat ketidakkonsistenan atau tak diketahui polanya saat penyusunan. Misalnya, di satu pihak memecah kecamatan menjadi kelurahan-kelurahan, dan menggabungkannya dengan kecamatan lain. Contohnya adalah dapil Kota Palangkaraya dan Kota Ambon.Namun, praktik yang sama tidak diterapkan untuk untuk tempat lain seperti di Situbondo, Cilacap, dan Deli Serdang.Asas ketaatan pada prinsip sistem pemilu proporsional, ternyata dilanggar. Bahkan pada dapil yang sejak awal tidak bermasalah seperti Flores Timur, Simeulue, Aceh Singkil, dan sebagainya. (Berita Satu)
Keempat, alat ukur dalam penyusunan dan pembentukan Dapil DPRD Kabupaten/Kota absen di sejumlah tempat. Prinsip ketiga yang hendaknya diterapkan dalam pembentukan Dapil adalah adanya kesetaraan besaran Dapil.Tujuannya, agar alokasi kursi di setiap Dapil tidak terlampau jauh.Prinsip ini, seperi halnya pada prinsip kedua, ditujukan kepada partai politik. Dapil yang ideal adalah dapil yang memiliki kesetaraan kompetisi. Prinsip kedua dan ketiga sangat berhubungan dengan besaran Dapil, yakni besar-kecilnya alokasi kursi yang ditetapkan di masing-masing Dapil. Pada Pemilu 2019 yang lalu, telah ditetapkan metode konversi suara menjadi kursi adalah menggunakan formula divisor Sainte-Lague Murni dengan bilangan pembagi tetap 1, 3, 5, 7 dan seterusnya. Seperti disinggung di atas, untuk menentukan “ambang alamiah”yang harus dilampaui oleh partai politik untuk memperoleh kursi dapat dihitung dengan formula ambang batas efektif. Dengan demikian semakin tinggi ambang batas efektif semakin banyak juga suara yang harus diperoleh oleh partai politik untuk mendapatkan kursi. (Call For Paper Evaluasi Pemilu Serentak 2019).
Demikian juga sebaliknya. Sayangnya, pembentukan Dapil sangat sulit untuk menyamakan alokasi kursi di setiap Dapil karena juga harus memperhatikan prinsip-prinsip lainnya. Artinya, pembentukan Dapil niscaya terjadi kesenjangan nilai ambang batas efektif, yang berakibat pada tinggi-rendahnya tingkat kompetisi di masing- masing Dapil. Bagi Dapil dengan ambang batas efektif tinggi, kompetisi partai politik dalam usaha untuk memperoleh kursi juga
semakin ketat.
Uji Publik
Bawaslu Dalam pengawasan uji publik harus memastikan kegiatan yang dilaksanakan oleh KPU kabupaten/kota untuk mengetahui dan memperolehi masukan dari masyarakat atau pemangku kepentingan lainnya terhadap rancangan penataan Dapil dan alokasi kursi.
Penyusunan daerah pemilihan tersebut juga menjadi salah satu tahapan yang penting di awal proses penyelenggaraan pemilihan umum untuk memastikan daulat rakyat benar –benar hadir dalam proses uji publik tersebut. Hal ini guna memastikan prinsip keterwakilan yang dilakukan melalui proses pemilihan umum sesuai dengan prinsip pemilu yang jujur, adil, proporsional, dan demokratis. Jika dalam penataan Dapil tidak meibatkan daulat rakyat sebagai pemegang amanat demokrasi yang hakiki, maka akan berpotensi dipersoalkan di kemudian hari, seperti apa yang di lakukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) baru –baru ini Dalam permohonannya menguji UU nomor 7 tahun 2107 tentang pemilihan umum , Perludem menyatakan Pasal 187 ayat (1), Pasal 187 ayat (5), Pasal 189 ayat (1), Pasal 189 ayat (5), dan Pasal 192 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945.dengan nomor perkara Nomor 80/PUU-XX/2022 dalam permohonan Pemohon menyatakan urgensi penyusunan daerah pemilihan harus memenuhi prinsip daulat rakyat dan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sebab, pemilihan umum merupakan sarana untuk mengejawantahkan prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945. Penyusunan daerah pemilihan tersebut juga menjadi salah satu tahapan yang penting di awal proses penyelenggaraan pemilihan umum. Hal ini guna memastikan prinsip keterwakilan yang dilakukan melalui proses pemilihan umum sesuai dengan prinsip pemilu yang jujur, adil, proporsional, dan demokratis.
Pemohon juga menyatakan pembuktian penyusunan daerah pemilihan bertentangan dengan prinsip dan alokasi kursi DPR dan DPRD Provinsi yang diatur dalam norma tersebut. Prinsip utama seperti keseteraan nilai suara, ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional tersebut membatasi ruang realokasi kursi dan pembentukan daerah pemilihan baru untuk Pemilu DPR dan DPRD di Daerah Otonom Baru. Norma ini, mengatur jumlah alokasi kursi dan batas-batas wilayah dalam suatu daerah pemilihan DPR ke dalam lampiran III, namun tidak mengatur mekanisme pembentukan daerah pemilihan untuk daerah otonomi baru. (web MK)
Untuk itu, dalam Petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah mengabulkan permohonan yang dimohonkan oleh pemohon untuk seluruhnya. Serta menyatakan Pasal 187 ayat (1) UU Pemilu berbunyi, “Daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/kota” bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “Daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/kota yang penyusunannya didasarkan pada ketentuan dalam Pasal 185”. Menyatakan Pasal 187 ayat (5) UU Pemilu berbunyi, “Daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan pemilihan anggota DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari undang-undang ini” bertentangan dengan UUD NRI 1945 sepanjang tidak dimaknai “Daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan KPU.
Pengawasan
Merujuk pada peraturan komisi pemilihan umum PKPU nomor 6 tahun 2022 tentang penataan daerah pemilihan dan alokasi kursi anggota dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota dalam pemilihan umum,memberikan kewenangan KPU menyususn Dapil dengan memperhatikan prinsip a.kesetaraan nilai,b.ketaatan pada prinsip pemilu yang proposional c.proporsionalitas d.integritas wilayah e.berada dalam cakupan wilayah yang sama f.kohesivitas dan g .kesenambungan .
Pada konteks ini, Badan Pengaws Pemilu (Bawaslu) sebagai pengawas pemilu harus mampu mengawasi rangkain tahapan penadapilan agar subtansi ,mengenai pembentukan Dapil sesuai dengan kaida dan prinsip dalam pembentukan pendapilan,dalam pelaksanaannya Bawaslu juga harus memastikan semua rangkain persiapan dan pelaksanaan serta uji publik harus betul –betul menghadirkan para pemangku kepentingan yang berkompeten. Tidak hanya karena daerah pemilihan merupakan arena kompetisi sebenarnya dari peserta pemilu dan para calon anggota legislatif, tetapi juga dalam penataan daerah pemilihan meniscayakan “rekayasa” dan “akal akalan” dikarenakan konsekuensi dari sistem Pemilu (beserta unsur-unsur di dalamnya) yang dianut oleh suatu negara (Kartawidjaja dan Pramono 2007; Reynolds, Reilly, dan Ellis 2005).Berpotensi akan terjadi dalam jual beli kepentingan dalam penataan pendapilan menuju pemilu serentak tahun 2024.
Untuk menghindari semua rangkaian pelanggaran dalam rangka aktifitas penataan Dapil ,maka Bawaslu perlu melakukan langka-langka sebagai berikut.Pertama, Bawaslu dalam melakukan pengawasan harus memastikan KPU ,agar memperhatikan prinsip kesetaraan nilai suara merupakan upaya untuk meningkatkan nilai suara atau harga kursi yang setara antara 1(satu) Dapil dan Dapil lainya dengan prinsip 1(satu) orang satu suara satu nilai .Kedua,Bawaslu harus memastikan KPU untuk memastikan prinsip ketaatan pada system pemilu agar ketaatan dalam pembentukan Dapil dengan mengutamakan jumlah kursi yang besar agar persentasi jumlah kursi yang diperolehi setiap partai politik setara mungkin dengan persentase suara sah yang diperoleh.Ketiga,Bawaslu harus memastikan prinsip proporsionalitas agar kesetaraan alokasi dengan memperhatikan kursi antar Dapil agar tetap terjaga perimbangan alokasi kursi setiap Dapil.Keempat,Bawaslu harus memastikan prinsip integralitas wilayah agar KPU memperhatikan beberapa provinsi ,beberapa kabupaten/ kota ,atau kecamatan yang disususn menjadi 1(satu) Dapil untuk daerah perbatasan ,dengan tetap memperhatikan keutuhan dan keterpatuhan wilayah ,serta mempertimbangkan kondisi geografis,sara perhubungan ,dan aspek kemudahan transportasi .Kelima,Bawaslu harus memastikan KPU agar memperhatikan prinsip kohesivitas dalam penususnan Dapil dengan memperhatika sejarah ,kondisi sosil budaya,adat istiadat dan kelompok minoritas.Keenam,Bawaslu harus memastikan KPU harus memperhatikan prinsip kesenambungan agar penyusunan Dapil yang suda ada dalam pemilu tahun sebelumnya ,kecuali jika alokasi kursipada Dapil tersebut melebihi batas maksimal alokasi kursi setiap Dapil atau apabila bertentangan dengn keenam prinsip diatas .
Pada tahap teknis Bawaslu dan KPU harus berkolaborasi agar melakukan langka progresif, diperlukan usaha-usaha perbaikan agar proses dan hasil perbaikan memenuhi prinsip-prinsip pembentukan Dapil yang demokratis. KPU perlu untuk menentukan batas angka yang dapat ditoleransi yang terukur untuk setiap prinsip. Sebab tidak mungkin ada Dapil yang ideal. Di samping itu, diperlukan penajaman dan kejelasan prinsip-prinsip pembentukan Dapil. Tujuannya, agar tidak terjadi tumpang tindih antar-berbagai tuntutan dari prinsip-prinsip tetapi juga agar dapat didasari oleh para pembentuk Dapil dan para pemangku kepentingan bahwa dalam setiap Dapil yang terbentuk niscaya terjadi bias dan ketidaksempurnaan.Dengan demikian maka subtansi penataan Dapil ideal dapat terwujud menuju pemilu serentak tahun 2024 dengan tetap memperhatikan daulat rakyat sebagai kemajuan demokrasi subtansial ,semoga !
Penulis | : Nasruddin Sili Luli |
Editor | : Admin |
Sumber | : |