“Modus yang digunakan adalah anak-anak dijanjikan untuk bekerja di cafe, menjadi artis atau model, iming-iming mendapat uang secara instan, akhirnya anak-anak terjebak menjadi korban TPPO dan mayoritas dieksplotasi secara seksual dan ketenagakerjaan,” tutur Eny.
Bagi Eny, hal ini menjadi tantangan tersendiri. Pasalnya, kasus TPPO harus memenuhi unsur proses, Cara, dan tujuan.
“Ada bujuk rayu, dipaksa, ataupun diberikan informasi palsu. Namun dengan metode online, anak-anak secara aktif me-register dirinya sendiri ke dalam jaringan itu. “Seolah-olah dia menjadi sukarela melakukannya”. Pada akhirnya, saat korbannya berhasil kita rescue, kemudian proses hukumnya dilanjutkan, kesukarelaan ini yang membuat unsur TPPO-nya susah dipenuhi menurut kacamata penegak hukum,” ungkap Eny.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara, Syahrial Martanto menekankan pentingnya sinergitas seluruh pemangku kepentingan dalam mencegah dan menangani kasus TPPO di Indonesia.
“Hingga saat ini kondisi TPPO masih stagnan. Meskipun negara sudah memiliki instrumen baik dari Pemerintah Pusat sampai di level Kabupaten/Kota, ada gugus tugas, ada rencana aksi nasional dengan program atau agenda yang tertata dan sistematis, tetapi yang menjadi catatan kalau pihak pemangku kepentingan tidak merasa memiliki kepentingan. Ini catatan kami yang harus dijadikan perhatian semua pihak, bahwa pencegahan, penanganan, perlindungan, maupun pemulihan korban dan saksi tidak akan berjalan optimal, jika tidak ada dukungan dari seluruh unsur-unsur terkait,” tegas Syahrial.
Syahrial juga menambahkan, bahwa faktor Ekonomi juga menjadi salah satu bagian dalam kasus TPPO. Meskipun sudah diberikan dana restitusi, namun dalam pelaksanaannya masih mengalami kendala, karena pelaku lebih memilih untuk menjalankan hukuman dari pada harus membayar dana tersebut.
“Perlu dikaji lebih dalam lagi, saya setuju jika pelaku tidak mendapatkan haknya sebagai narapidana dengan tidak diberikan pemotongan masa tahanan, hal tersebut untuk memberikan efek jerah bagi pelaku yang tidak ingin membayarkan ganti rugi atas perbuatannya tersebut. Harus ada akses untuk mengetahui aset dari pelaku TPPO tersebut,” tutupnya dalam mengakhiri acara Media Talk Kemen PPPA.
Sebagai informasi, Kemen PPPA memiliki Contact Center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129 sebagai layanan pengaduan, penjangkauan, pengelolaan kasus, pendampingan sementara, mediasi dan pendampingan bagi penyitas secara gratis.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : Michael |
Editor | : Michael |
Sumber | : Kemen PPPA |
Halaman : 1 2