Bila kita merujuk pada pernyataannya Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H, M.H. yang merupakan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Indonesia periode 2008-2018. Sebelum menjadi hakim konsitusi, ia adalah Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan di Universitas Indonesia. Ia juga adalah hakim konsitusi wanita pertama di Indonesia menjelaskan terkait terbentuknya PP dilihat dari dua kondisi. Yakni secara tegas diperintahkan oleh UU atau PP dapat dibentuk meskipun UU tidak secara tegas menyebutkannya.
Oleh karena itu Sutisna menjelaskan bahwa Jika suatu masalah di dalam suatu UU memerlukan pengaturan lebih lanjut, sedangkan di dalam ketentuannya tidak menyebutkan secara tegas-tegas untuk diatur dengan PP, maka PP dapat mengaturnya lebih lanjut sepanjang hal itu merupakan pelaksanaan lebih lanjut Undang-Undang tersebut. Dan mengenai materi muatan PP yang tidak secara tegas-tegas diperintahkan oleh UU dibentuk sebagai peraturan yang menjalankan UU, atau peraturan yang dibentuk agar ketentuan dalam undang-Undang dapat berjalan sepanjang dia tidak menyimpang dari ketentuan dalam UU.
Sehingga apa yang disampaikan oleh Ponto, terkait materi-materi dalam UU No 32 sampai saat ini belum dapat berjalan karena belum ada pengaturan lebih lanjut yang mengatur tentang pelaksanaannya seperti, “mensinergikan dan memonitor patroli perairan oleh instansi terkait” (Pasal 62 huruf d), “mensinergikan sistem informasi” (Pasal 63 ayat (1) huruf c). ”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Maka dari itu menurut Sutisna, dibutuhkan peraturan pelaksananya dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Jika ingin dites, silahkan dibaca UU 32 dan Draft PP yang sdr. Ponto dapatkan dari pihak yang berkepentingan PP ini tidak terlaksana.
Serta apa yang dipermasalahkan Pontoh tidak relevan karena dalam hal ini materi muatan PP yang disusun merupakan amanat dari UU, dan tidak keluar dari UU no 32. “Tutup Sutisna”
Penulis | : Tim |
Editor | : Harris |
Sumber | : |
Halaman : 1 2