UU Desa, Tersandera Kepentingan Elit Daerah (Secarik catatan kritis 8 tahun lahirnya UU Desa)

Rabu, 12 Januari 2022 - 15:19 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: MS.Nijar

Penulis Adalah: Penggiat Desa

Dilihat dari sejarah pembentukannya, UU Desa mulai diberlakukan pada tanggal 15 Januari Tahun 2014, itu artinya terhitung tinggal tiga hari lagi UU Desa genap berusia delapan tahun, tentu ini bukan lagi usia yang seumur jagung. Dengan usia menuju kematangan ini kiranya sudah patut kita melakukan evaluasi dan koreksi perbaikan terhadap implementasi UU Desa. Kita butuh sedikit keberanian dan kejujuran untuk menjawab pertanyaan besar bahwa apakah implementasi UU Desa telah sesuai dengan semangat dan tujuan pembentukannya?, tentu dengan tidak mengabaikan keberhasilan yang telah dicapai oleh sejumlah desa di Indonesia, kita mesti jujur mengatakan bahwa dibalik keberhasilan itu semua masih menyisahkan segudang masalah yang membuat desa “nyaris gagal membangun dirinya sendiri” meskipun telah mendapat pengakuan dan penghormatan dari negara melalui UU Desa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Begitu kompleknya masalah yang di hadapi desa setelah diberlakukannya UU Desa dan adanya dana stimulus yang cukup fantastis nilainya yang kita kenal dengan istilah Dana Desa. Masalah krusial dan yang paling memiliki daya rusak terhadap pemberlakukan UU Desa yaitu masih tingginya “intervensi berlebihan” dari pemangku kepentingan dan para elit di daerah terhadap pengelolaan dana desa dan program pembangunan di desa. Bentuk intervensi para elit daerah yang paling nyata terlihat pada saat proses penyusunan perencanaan pembangunan desa, titik kritis pada fase ini yaitu adanya praktik “titip – titip kegiatan atau proyek di desa” yang melibatkan pihak ketiga dan murni bukan kemauan warga desa dan sengaja di paksa masuk kedalam dokumen APBDes di pertengahan jalan tanpa melalui musyawarah desa.

Baca Juga :  7 Provinsi Boneka Indonesia di Tanah Papua Bukan Jalan Penyelesaian Akar Persoalan Konflik

Tentu hal ini sangat berdampak buruk pada proses pembangunan di desa karena apa yang di programkan melalui kesepakatan musyawarah desa tidak sepenuhnya dapat di laksanakan akibat dari telah berkurangnya porsi anggaran yang tidak bersesuaian dengan pagu indikatif yang tersedia di desa. Intervensi ini merupakan modus para pemangku kepentingan pada level kabupaten/kota yang bercokol di dinas teknis terkait guna meraup pundi – pundi rupiah dari dana desa dan juga sebagai jalan pintas memuluskan visi – misi kepala daerah meskipun tidak sesuai dengan prioritas penggunaan dana desa. Sebagai contohnya yaitu intstruksi Bupati kepada kepala desa untuk membangun Pagar Desa di sejumlah desa di Kabupaten Halmahera Selatan pada tahun anggaran 2019, program siluman Dapur Sehat yang juga di wajibkan oleh Bupati untuk di bangun diseluruh desa di Kabupaten Pulau Morotai, dan program pembangunan fasilitas pemerintah seperti Kantor Desa yang hampir dilakukan di sebagian besar desa di Indonesia, padahal itu bukan merupakan prioritas dalam regulasi yang mengatur khusus tentang prioritas penggunaan dana desa setiap tahun anggaran tetapi masih saja terus di bangun karena hal itu merupakan kehendak pemangku kepentingan dan para elit di daerah. 

Baca Juga :  Miris 3 Desa Penerima BLT Di Halsel Harus Menerima Kenyataan

Kedok para elit daerah yang tidak kalah masifnya yakni masih maraknya praktik pungutan liar (pungli) yang kerap di lakukan oleh oknum – oknum pada dinas terkait seperti DPMD, Bappeda dan Inspektorat kabupaten/kota dengan menggunakan modus penambahan syarat pencairan dana desa di luar dari syarat yang telah di tentukan dalam peraturan teknis penggunaan dana desa dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Cara ini sengaja di mainkan dengan dalil sebagai bentuk upaya membangun sistem kontrol terhadap penggunaan dana desa. Padahal tanpa di sadari dengan adanya penambahan syarat pencairan di luar dari syarat yang sudah di atur oleh pemerintah pusat maka akan semakin memperpanjang alur administrasi dan membuat runyam dan sangat mengganggu proses pencairan dana desa yang berakibat langsung pada melambatnya mepenyerapan anggaran desa yang bersumber dari APBN.

Baca Juga :  Diskusi Publik Sejumlah Tokoh, Arvindo Noviar: Jangan Kaitkan Demo Kades Dengan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Ms Nijar
Editor : Harris
Sumber :

Berita Terkait

Rancu Produk Hukum Pelantikan Presiden & Wakil Presiden
Kerek Lamok dan Wunuk Kerek
Perempuan Lani dan Cawat Tali
Sahabatku, Sukiman Yang Syahid Dalam Mencari Nafkah
Papua Bukan Tanah Kosong
Membangun Politik yang Bersih Sehat & Jujur
Refleksi Milad Muhammadiyah ke 112 dari Sukolilo Pati
Pemilu Untuk Membangun Manusia Papua yang Lebih Baik

Berita Terkait

Selasa, 8 Oktober 2024 - 15:14 WIB

Baim Wong Resmi Gugat Cerai Paula Verhoeven di PA Jakarta Selatan

Senin, 9 September 2024 - 21:19 WIB

Kemenpora dan KPK Latih Pemuda Talenta Muda 2024 dalam Bimtek Anti Korupsi: Membangun Masa Depan yang Bersih

Sabtu, 27 Juli 2024 - 23:15 WIB

Hasil Semifinal Piala AFF U-19: Gol Tunggal Buffon Antarkan Indonesia Ke Final

Selasa, 2 Juli 2024 - 20:40 WIB

Andi Miftahul Jannah Anwar, Pemenang Dara Sulawesi Selatan 2024 Gaungkan Penerapan Filosofi Bugis

Sabtu, 22 Juni 2024 - 12:12 WIB

Fachrul Razi Nonton Bareng Bersama Mendagri dan Ketua Komisi 2 DPR RI

Selasa, 18 Juni 2024 - 18:12 WIB

17 Team Dari Manado Ramaikan Soekarno Cup Usia Dini Di Tidore

Minggu, 19 Mei 2024 - 02:04 WIB

Razman siap Memfasilitasi Tanding Tinju, Benny: Hotman Hanya bisa Pamer Cincin

Minggu, 12 Mei 2024 - 20:01 WIB

Demi Bela Klien, Benny Wulur Tantangan Tinju Hotman Paris di Ring Arena

Berita Terbaru