DETIKINDONESIA.CO.ID, JAKARTA – Vonis 1 Tahun 6 Bulan penjara terhadap Richard Eliezer atas kasus pembunuhan berencana Brigadir J Alias Nofriansyah Yosuha Hutabarat, akan menjadi preseden buruk hukum kedepan.
Putusan ini tidak mencerminkan rasa keadilan, hal ini diungkapkan oleh Praktisi Hukum Rakhmat Jaya.
“Coba dimana keadilannya? pertimbangan Majelis terlalu prematur dengan menyatakan istilah saksi pelaku, sedangkan dalam hukum acara tidak dikenal istilah saksi pelaku, ujar Rakhmat Jaya saat dihubungi detikindonesia.co.id, Jum’at (17/2/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Rakhmat Eliezher tetap merupakan seorang pelaku yang terlibat dalam pembunuhan berencana tersebut.
“Apapun dalilnya Eliezer tetap adalah pelaku pembunuhan berencana secara bersama-sama menghilangkan nyawa Brigadir J dengan sengaja. Karena jelas dalam pertimbangannya sesuai dengan fakta hukum pelaku yang lain dalam berkas terpisah jelas-jelas menolak perintah sambo selaku aktor intelektual dalam perkara tersebut”, jelasnya.
Rakhmat juga menuturkan bahwa tidak ada alasan pembenar Eliezer dapat dijadikan JC, meskipun di rekomendasi oleh LPSK.
“Jelas dan nyata bahwa JC tidak termasuk dalam kategori hukum UU Perlindungan Saksi dan Korban, jangan juga setiap undang-undang dimaknai berbeda jika sudah mempunyai rumusan tertentu. Terbukti sejak awal Eliezer mau dan berkeinginan serta berkehendak untuk menerima imbalan dari Putri meskipun itu tidak terlaksana, tapi delik tetap terjadi artinya ada kesepakatan awal yang telah dimulai”, lanjutnya.
Rakhmat juga menyinggung soal banyak praktisi hukum yang berbicara termasuk menkopolkam menyatakan putusannya tidak ada cela.
“Sebenarnya banyak ada cela hanya kami selaku orang hukum dilarang mengomentari putusan, namun tidak terbatas kepada eksaminasi terhadap satu putusan yg memberikan kerancuan dalam menerapkan suatu fakta dan itu logis dilakukan”, tuturnya.
Sementara itu menurut Rakhmat, tidak adanya banding yang di lakukan oleh JPU melalui Jampidum merupakan preseden buruk bagi penegakan hukum.
“Terkait dengan JPU melalui Jampidum menyatakan tidak Banding, merupakan suatu pernyataan yang keliru sebab setahu dan seingat saya dalam hukum acaranya biasanya dan lazimnya tidak pernah terjadi, karena kalau putusan dibawah 2/3, JPU harus menyatakan Banding sehingga ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum kedepan”, jelasnya.
Jaksa Agung muda memberikan alasan Eliezer sudah meminta maaf dan orang tua atau Ahli waris memaafkan pelaku, kebiasaan ini memang bisa dilakukan dalam hukum islam yang berlaku di negara negara Arab, tapi perlu diketahui hal itu terjadi jika Raja menyetujui. Apakah Jaksa Agung Muda Kejaksaan Agung ini seorang Raja sehingga dapat serta merta menerima begitu saja tidak menggunakan haknya untuk menyatakan banding?
Ia kemudian menyarankan agar Kejaksaan menganulir kembali putusan melalui banding JPU.
“Saran saya sebagai praktisi hukum lebih baik Kejaksaan Agung harus lebih berhati-hati dan berpikir jernih. Karena itu sebaiknya jaksa Agung Muda harus menganulir kembali dan melalui JPU menyatakan Banding, sebab kalau tidak akan menjadi preseden buruk bagi hukum dikemudian hari karena harus dicari dan diperjelas kembali formulasinya, perlu ditegaskan lagi bahwa sepanjang ingatan dan pengetahuan hukum saya dalam hukum acara di bawah 2/3 Dari tuntutan JPU umum harus ada banding. Karena ini menjadi preseden buruk dan bisa menjadi yurisprudensi tapi seingat saya tidak demikian adanya. Dalam berkas perkara yang lain yang terpisah semua terdakwa menyatakan banding, kalau majelis tingkat banding nanti juga memutus perkara tarulah dengan putusan yang sama dari Eliezer atau lebih rendah, apakah Jaksa Agung menyatakan tidak Kasasi? Pasti tidak juga karena harus kasasi, disini letak masalahnya!”, tutupnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Penulis | : M. F |
Editor | : Fiqram |
Sumber | : |